Sabtu, 23 November 2013

Naskah Drama Pershabatan



Nasakah Drama



Tema  : Sahabat
Tokoh : Rizal , Aldi , Eman , Ihsan , Reza


Janji Persahabatan
Eman menghampiri Ihsan dan Aldi yang sedang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing di sebuah pertamanan.

Eman    : “Hey” (sambil memegang bahu Aldi dan Ihsan  )
Ihsan     : (mengalihkan pandangan dari sebuah buku) “Dari mana saja kamuu, Man?”
Eman    : “Nih, tadi abis dari sekolah.”
Ihsan     : “Memangnya ada apa?”
Eman    : “Eskul”
Ihsan     : “lho.. kok pulangnya cepet?”
Eman    : “gak tau nih, pembinanya lagi ada masalah.”
Ihsan     : “Oh” (sambil mengalihkan pandangan ke arah Aldi)
Eman    : (mengerutkan kening seraya mengalihkan pandangan ke Aldi) “Hey, Di!”
Aldi      : (Terkejut dan membidik satu pandangan) “Kenapa?”
Eman    : “lagi dengar lagu apa kamu, Di? serius amat!”
Aldi      : “Hehe, nih lagi dengerin lagunya Ayu Ting-Ting. Alamat Palsu…”
Eman    : “waduh… demam Ayu Ting-Ting dia.” (tertawa)
Aldi      : “Oh ya, Yesi sama Rizal kemana ya?”
Eman    : “lagi eskul mereka mah.”
Ihsan     : “sob, udah masuk waktu Ashar, mendingan pulang aja yuk.”
Aldi      : “yuk, mari…”

Saat jam pelajaran kosong, Rizal keheranan melihat Aldi tak seperti biasanya.
Rizal     : “kenapa kamu, Di? Kamu punya problem?”
Aldi      : “Tidak, Zal.” (menundukan wajah)
Rizal     : “Sudahlah, Di. Jangan akting melulu, jujur kamu punya masalah atau tidak?”
Aldi      : (menarik tangan Rizal dan bergegas menuju sebatang pohon)
Rizal     : “kenapa kamu ajak aku kesini, Di?”
          Aldi      : “Tapi kamu janji, aku kan sahabatmu! jangan memberitakan hal ini kepada   
                          siapapun, terutama Yudha, Meli, Yesi.”
Rizal     : “ya, aku janji!” (Melingkarkan kelingkingnya pada kelingking Aldi)
Aldi      : “Aku mengidap Leukimia akut, Zal.”
Rizal     : “Serius kamu, Di?”
Aldi      : “Tak akan ada gunanya, Zal aku berbohong dalam suasana seperti ini.”
Rizal     : (diam tanpa kata)
           Aldi     : “Zal, aku harap tak kan ada kesedihan di dirimu. Biarkan ini aku saja yang hadapi dan jalani.”
Rizal     : “tapi, Di…”
Aldi      : “Sudahlah, Zal. Jangan terlalu diperpanjang masalah ini adalah bagianku.”

Saat di sekolah Ihsan dan Reza mengkhawatirkan keadaan Aldi.

Ihsan     : “Za, kamu tahu dimana Aldi?”
Reza     : “Aku fikir kamu tahu keberadaan dia.”
           Ihsan   : “Aduh, kemana ya dia? Tak biasanya dia belum dateng jam segini, bentar lagi bel
                          bunyi lagi.” (wajah khawatir sambil mondar mandir)

Reza     : “Tak tahu lah.”

Eman menghampiri Ihsan dan Reza dengan wajah muram dan terburu-buru

Eman    : “kalian ikut aku!”
Reza     : “memangnya mau kemana, Man?” (mengerutkan kening)
Eman    : “Aku juga kurang tahu”
          Ihsan    : “Lho kok bisa? Kamu kan yang ajak, napa kamu sendiri yang gak tahu
                          tujuannya?” (wajah bingung)
Eman    : “tadi aku disuruh Rizal jemput kalian, aku nanya aja dicuekin dia, sudahlah
                jangan banyak tanya.”
Ihsan     : “baiklah…”

Sesampainya di tujuan

Ihsan     : “Untuk apa kau bawa kami ke rumah sakit, Man?”
Eman    : “nanti kalian bakalan tahu sendiri”
Ihsan     : (mengerutkan kening )
Reza     : “Rizal???” (memanggil Rizal yang sedang duduk gelisah dengan kebingungan) Rizal       : (menatap sejenak tanpa senyum dan sedikit katapun, yang terlihat di wajahnya
               hanyalah risau)
Reza     : “kamu gelisah? Kenapa, Zal?”
Rizal     : (menarik nafas dan berdiri dari tempat duduk). “Ikut aku!”
Eman    : “kemana lagi memangnya, Zal?”
Rizal     : (diam tanpa jawaban dan melangkah menuju pintu keluar rumah sakit)
Eman, Ihsan, dan Reza : (saling berpandangan bingung)

Sesampainya di tempat tujuan

Ihsan     : “Zal, kenapa rumah Aldi begitu ramai?”
Rizal     : (Berlari menuju rumah Aldi)
Ihsan     : “Siapa yang meninggal, Zal?”
Rizal     : “sahabat kita.” (menundukkan wajah)
          Ihsan    : “Gak mungkin, Zal. Aldi itu orang yang ceria aku fikir dia tak memiliki penyakit
                         kronis!”
Rizal     : (mengajak duduk untuk menenangkan pikiran sejenak)
         Eman   : “san, kita tak kan tahu kapan ajal menjemput, walaupun sesorang itu tak
                         memiliki penyakit kronis sekalipun, jika ilahi telah memanggil terjadilah itu, kita
                         tak bisa berbuat apa-apa, sebab keputusan-Nya adalah mutlak dan tak akan bisa
                         di ganggu gugat!”

           Rizal    : “kamu benar, Man. Tapi Aldi pernah cerita bahwa dia mengidap penyakit
                         leukimia akut.”
Eman    : “apa? Leukimia?”
Rizal     : “benar, Man.”
Ihsan     : “terus, kenapa kamu tak beritahukan kamu tentang hal itu?”
Rizal     : “sorry, kawan.”
           Ihsan   : “sorry apanya? Coba kalau kamu kasih tahu dari dulu, mungkin kita bias
                         ngobatin dia sama-sama!” (nada emosi)
            Rizal     : “ma’af, kawan! Bukannya aku tak mau kasih tahu kalian tentang ini, tapi Aldi
                yang melarang aku tuk sebarkan hal ini kepada kalian.”
Ihsan     : “tapi kenapa kau turuti perintah dia. Kan ini demi kebaikan dia dan kita semua!”
Rizal     : “San, aku cuman menjalankan janjiku.” (wajah emosi)
           Eman   : “Sudahlah, sob. Jangan terlalu dipermasalahkan. Yang lalu biarkan berlalu. Masih
               ada yang harus kita hadapi selanjutnya.”
           Ihsan   : “Ya, kau Cuma bisa bilang kaya gitu, Man. Tapi kau tak tahu rasa pedih dan rasa
                        sakit ditinggal seorang sahabat sejati.”
           Eman   : “Aku tahu, san ! Tahu! Aku juga pernah ditinggal selamanya dari orang yang aku
                          sayangi, tapi seseorang meyakinkan aku untuk tetap bersemangat dan jangan
                          larut dalam sebuah kesediahan. Dia bilang manusia pergi selamanya bukanlah   
                          kemauan dia sendiri, tapi memenuhi panggilan Ilahi!”
            Reza     : “siapa yang bilang kaya gitu, Man?”
Eman    : “dialah… Aldi.” (dengan senyum tenang)
Reza     : “kau benar?”
        Eman   : “ya, aku tak bohong sedikitpun. Jadi pesan Aldi dulu kepadaku adalah pesan
                        untuk kita semua.”
Ihsan     : “berarti Aldi hidup untuk menghidupkan.”
Eman    : “ya, begitulah, San.”(senyum semangat)

Merekan pun menjalani hidup Dengan biasa dan mengihklaskan Aldi

0 komentar:

Posting Komentar